Tebing Tinggi |BGlobal : Sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Tebing Tinggi pada Selasa, 5 November 2024, memicu kontroversi setelah Hakim Zephania, SH, MH, membuat keputusan yang mengejutkan dengan mengizinkan kesaksian melalui aplikasi WhatsApp sebagai bukti sah dalam persidangan. Kasus ini diajukan oleh (MF), yang menggugat keabsahan penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Polres Tebing Tinggi. Kamis (07/11/2024).
MF merasa bahwa prosedur hukum yang dijalani ini merugikan masyarakat kecil dan mencederai prinsip kepastian hukum. “Jika saya atau keluarga saya adalah pejabat, mungkin proses praperadilan ini akan berbeda,” ujarnya. Pernyataan ini memperlihatkan keresahan MF terhadap kemungkinan adanya ketidakadilan dalam proses penetapan status tersangka yang dianggapnya diskriminatif.
Kuasa Hukum Tantang Keabsahan Bukti Polisi :
Pada sidang ketiga yang berlangsung Rabu, 30 Oktober 2024, kuasa hukum MF, M. Ardiansyah Hasibuan, SH, MH, CPCLE, C.Me, menolak dua alat bukti yang digunakan pihak kepolisian dalam penetapan kliennya sebagai tersangka. Ia mempertanyakan keabsahan kesaksian de auditu (kesaksian yang berasal dari saksi yang tidak melihat langsung) dan visum et repertum yang baru diterbitkan tiga bulan setelah kejadian.
"Kesaksian de auditu tidak memiliki kekuatan hukum karena tidak berasal dari saksi yang melihat atau mengalami langsung peristiwa tersebut," jelas Ardiansyah. Selain itu, ia menilai visum et repertum yang diterbitkan jauh setelah kejadian tidak relevan sebagai bukti yang kuat. “Bagaimana hasil medis yang diperoleh jauh setelah kejadian bisa dianggap sebagai bukti sah?” ujarnya, menyangsikan relevansi bukti medis yang diajukan.
Desakan untuk Profesionalisme dalam Penegakan Hukum :
Muhammad Rizki Ramadhan, SH, Ketua YLBH Medan Delapan Delapan sekaligus kuasa hukum MF, menyoroti ketidakprofesionalan Polres Tebing Tinggi dalam penetapan status tersangka kliennya. "Penetapan tersangka harus didasarkan pada keterangan saksi yang benar-benar mengetahui peristiwa, bukan hanya informasi yang disampaikan melalui WhatsApp atau hasil tes yang meragukan," tegas Rizki. Menurutnya, ketidakprofesionalan ini tidak hanya merugikan kliennya tetapi juga berdampak buruk pada citra penegakan hukum di daerah tersebut.
Pihak Polres Tebing Tinggi, melalui Ipda Kuasa Ginting, SH, menolak berkomentar dan mengarahkan konfirmasi kepada Humas Polres Tebing Tinggi, mengisyaratkan sensitivitas kasus ini di tengah sorotan publik yang terus memantau perkembangan sidang.
Sidang praperadilan yang terdaftar dengan nomor perkara 5/Pid.Pra/2024/PN Tbt ini akan berlanjut ke pokok perkara, dengan agenda sidang lanjutan yang telah dijadwalkan. Namun, keputusan Hakim Zephania dalam mengizinkan kesaksian melalui WhatsApp telah membuat publik mempertanyakan kepastian hukum dan objektivitas dalam penegakan hukum di Pengadilan Negeri Tebing Tinggi.(Tim -Red).