Kasus Antonius Anak Lukminto : Pengakuan Penganiayaan di Ruang Tahanan dan Pertanyaan tentang Validitas Proses Hukum

Kasus Antonius Anak Lukminto : Pengakuan Penganiayaan di Ruang Tahanan dan Pertanyaan tentang Validitas Proses Hukum

Selasa, 15 Oktober 2024,
Foto : Kuasa hukum dalam Sidang kasus perkara Antonius di PN Cianjur


Cirebon | BGlobal  : Perkara Nomor 262/Pid Sus/2024/PN Cjr yang melibatkan terdakwa Antonius, anak dari Lukminto, mengungkapkan beberapa fakta mengejutkan pada persidangan tanggal 14 Oktober 2024. Antonius dituduh terlibat dalam aktivitas judi online, namun fakta persidangan menunjukkan bahwa sebelum ditangkap, Antonius justru melakukan tindakan meretas (hacking) server situs bandar judi online yang menyebabkan situs tersebut mati total dan tidak dapat beroperasi selama 12 jam. Tindakan ini menunjukkan bahwa Antonius sebenarnya memiliki peran yang jauh berbeda dari yang dituduhkan oleh Jaksa Penuntut Umum.


Lebih mencengangkan lagi, Antonius juga mengaku mengalami kekerasan fisik di ruang tahanan Pengadilan Negeri Cianjur. Dalam persidangan, Antonius menyebut dirinya ditendang dan mengalami *rear naked choke* oleh sejumlah oknum. Luka-luka fisik di tubuh terdakwa, termasuk luka di tulang kering yang pecah, diduga akibat hantaman benda keras. Fakta ini semakin memperparah kondisi Antonius yang sebelumnya telah didiagnosa mengidap skizofrenia paranoid dan membutuhkan penanganan medis, bukan kekerasan.


Pada sidang tersebut, Antonius meminta obat Olanzapine kepada hakim. Tanggapan dari Jaksa Penuntut Umum menyebutkan bahwa obat kejiwaan hanya bisa diresepkan oleh psikiater setelah pemeriksaan langsung terhadap pasien. Namun, fakta yang terungkap dari pihak keluarga adalah Antonius hanya pernah sekali dibawa ke RS Sartika Asih Bandung untuk pemeriksaan kejiwaan yang menjadi dasar visum psikiatrik. Selama masa penahanan sejak 17 April 2024, Antonius tidak pernah dibawa lagi ke psikiater untuk perawatan lanjutan. Hal ini menimbulkan pertanyaan, dari mana penegak hukum mendapatkan suplai obat kejiwaan untuk terdakwa selama masa tahanan? Apakah melalui jalur resmi atau sumber yang tidak sesuai prosedur? Tutur Lydia Oktavia adik kandung terdakwa Antonius anak Lukminto.


Fakta lainnya yang perlu menjadi perhatian publik adalah sikap hakim yang melarang dokumentasi sidang diunggah ke platform TikTok, namun membolehkan pengunggahan di YouTube. Keputusan ini menuai tanda tanya. Mengapa platform TikTok dilarang, sementara YouTube diperbolehkan? Bukankah keduanya sama-sama platform media sosial? Keputusan ini seakan membatasi transparansi persidangan yang seharusnya terbuka untuk publik.


Pada tanggal 14 Oktober 2024, sidang juga dijadwalkan menghadirkan saksi-saksi penting, termasuk dari pihak Tokopedia dan seorang psikolog yang sudah di-BAP. Namun, tidak satu pun dari saksi-saksi tersebut hadir di persidangan. Ketidakhadiran saksi-saksi ini menimbulkan keraguan tentang kevalidan bukti yang diajukan oleh pihak JPU. Jika pihak Tokopedia, yang dianggap memiliki informasi kunci, tidak hadir, bagaimana pembuktian dalam kasus ini bisa dipastikan kebenarannya?


Selain itu, pemeriksaan kejiwaan Antonius yang dijadikan visum psikiatrik oleh jaksa juga dipertanyakan. Apakah proses ini telah dilakukan sesuai dengan Permenkes No. 77 yang mengatur standar pemeriksaan kejiwaan? Hal ini penting untuk memastikan bahwa hasil visum tersebut valid dan dapat dijadikan acuan dalam proses hukum.


Kami berharap masyarakat, para petugas kesehatan jiwa, dan aktivis yang peduli dengan isu kejiwaan di Indonesia dapat memberikan perhatian lebih terhadap kasus ini. Antonius, yang mengidap skizofrenia paranoid, seharusnya mendapatkan penanganan medis yang tepat, bukan justru menjadi korban kekerasan. Kami meminta adanya pengawasan yang lebih ketat dari pihak-pihak terkait untuk memastikan bahwa hak-hak terdakwa, terutama yang berkaitan dengan kondisi kesehatan mentalnya, dapat terpenuhi dengan baik. (Tim)



TerPopuler